Monday 3 September 2012

Mengapa Harus Kemanusiaan?


Terlepas dari perbedaan ras, suku bangsa, etnis, budaya, agama, warna kulit, latar belakang politik, latar belakang pendidikan, taraf hidup, ataupun hal-hal lainnya, bagiku semua manusia adalah sama.

Ya, sama. Sesederhana itu saja!

***

Apakah Kawan semua menyukai cerita-cerita yang bertemakan patriotisme? Kalau aku pribadi, jujur aku sangat menyukainya. Cerita-cerita mengagumkan dari para unpaid volunteer yang tak sedikit pun haus tepuk tangan selalu membuatku malu pada diri sendiri. Aksi-aksi nyata yang mereka abdikan bukanlah aksi seremonial tak penting demi mendongkrak popularitas dan formalitas. Mereka melakukan hal-hal ajaib jauh di luar dugaan kita yang duduk manis tidak tahu apa-apa. Bagi mereka, aksi nyata adalah sesuatu yang harus dilaksanakan, bukan untuk diceramahkan.

Tidak pernah terbayangkan di benak kita, bahwa ternyata, di tengah keruhnya mental bangsa, terdapat suatu komunitas relawan yang beranggotakan mahasiswa Fakultas Kedokteran yang mengabdikan hidup dan tenanganya untuk turun ke medan-medan berbahaya demi menyelamatkan hidup banyak orang. Mereka menugaskan diri mereka sendiri untuk pergi ke lokasi-lokasi bencana dalam dan luar negeri, daerah-daerah terpencil yang tak pernah tersentuh tindakan medis, atau yang lebih berisiko lagi, tanpa ragu mereka mantap terjun ke lokasi-lokasi perang di dalam negeri (contohnya, perang saudara di Ambon, di Papua, dsb…) dan di luar negeri (contohnya di Afghanistan, Gaza, dsb…). Risiko kehilangan nyawa kapan saja mereka sudah tahu, tetapi kelangsungan hidup banyak orang lebih penting bagi mereka. Dan di saat mereka hanya menggantungkan nasib pada Yang Mahakuasa, mereka pun tidak dibayar untuk semua itu. Mereka ikhlas melakukannya asalkan mereka masih diberi makan yang cukup.

Selain aksi-aksi yang berangkat dari idealisme para mahasiswa, banyak pula volunteer di dunia ini yang bahkan lahir dalam keadaan tidak seberuntung mahasiswa-mahasiswa itu. Untuk bersekolah saja mereka tidak mampu. Namun, tanpa memedulikan embel-embel pendidikannya, tak jarang aksi-aksi nyata yang spektakuler dilakukan oleh rakyat biasa yang untuk makan sehari-hari saja susahnya minta ampun. Sebagai contoh, ada seorang kakek di daerah Madiun sana yang telah mengabdikan lebih dari setengah hidupnya untuk menyelamatkan lingkungan. Selama berpuluh-puluh tahun ia menanam dan menanam semua tanaman, termasuk pohon-pohon besar, yang dapat bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat lainnya. Alhasil, suatu kawasan hutan yang nyaris gundul pun hijau kembali, dan daerahnya yang sulit air pun akhirnya memiliki sumber mata air. Sang Kakek pun menerima penghargaan kalpataru yang amat bergengsi itu. Sebelumnya, mungkin tak terbayangkan oleh kita betapa di luar sana ada orang yang menanami  hutan gundul seorang diri. Bumi tentu bangga memiliki manusia yang mencintainya.

Dua paragraf di atas hanyalah contoh kecil. Terlalu banyak malaikat-malaikat di luar sana yang punya cerita sendiri tentang pengalamannya menjadi relawan. Tak jarang dari semua cerita itu memancing air mata haru dari setiap pendengarnya, saking luar biasanya pengorbanan yang dilakukan oleh malaikat-malaikat itu.

Ya, mereka adalah relawan, dermawan, unpaid volunteer, pahlawan, malaikat, atau apapun itu sebutannya. Dibandingkan semua kategori buku atau cerita yang kusukai, aku memang paling senang membaca kumpulan kisah inspratif yang bertemakan kemanusiaan. Menurutku, setiap orang itu bisa menjadi relawan. Dengan latar belakang perbedaan apapun itu, setiap orang bisa menjadi relawan untuk semua orang yang berbeda pula latar belakangnya, apapun itu! Terbukti pada contoh kedua tadi, menjadi relawan itu tidak harus jadi sarjana dulu, tidak harus menunggu jadi kaya dulu, dan tidak harus menunggu apapun.

Setiap orang dituntut untuk menjadi relawan, minimal dari yang sederhana terlebih dahulu. Jadi, maksudku di sini adalah bukan untuk mengajak terjun ke ranah berbahaya tanpa kalkulasi pertimbangan marabahaya di sana, tetapi lebih kepada bagaimana kita harus melatih kepekaan kita terhadap kemanusiaan. Menjadi relawan dalam konteks sederhana adalah aksi menolong sesama dalam kehidupan sehari-hari. Aku juga sama sekali tidak melarang Kawan-kawan untuk menjadi relawan yang ekstrim perjuangannya, malahan kalau memang berniat seperti itu, aku akan bangga sekali memiliki kawan seperti Kawan-kawan semua. Hanya, untuk menjadi seperti itu, tentunya membiasakan diri menolong orang lain haruslah benar-benar dibiasakan.

Kita sangat bisa menjadi volunteer sesuai dengan latar belakang profesi dan kemampuan kita. Yang pasti, apapun itu, ikhlaslah dan janganlah sekalipun ingin dilihat orang di saat kau menolong seorang manusia. Cukup Tuhan yang menjadi saksi. “Dan di saat begitu banyak pahlawan-pahlawan baru lahir ke dunia, maka selamatlah apa yang dinamakan kemanusiaan itu…”

Di saat tim SARS mengevakuasi korban-korban yang masih hidup maupun telah tiada, para anggota tim tidak memedulikan sedetik pun, apakah orang yang ditolongnya itu seagama dengan dia atau tidak, bangsa Indonesia atau bukan, orang baik-baik atau koruptor, atau apapun itu perbedaannya. Mereka hanya tahu menolong!

***

Itulah mengapa aku mencintai kemanusiaan, Kawan! Di saat Kau menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, perbedaan apapun tidak tampak. Aku benci membahas perbedaan. Sekali lagi, setiap manusia itu sama derajatnya. Kau beragama apapun, aku yakin, agamamu tentu mengajarimu tentang kebaikan, bukan? (tidak bermaksud menganggap semua agama itu sama, aku tentu hanya percaya dan bangga pada agamaku)

Kita semua satu. Walau berbeda, kita semua adalah satu, umat manusia!

Kata orang, setiap manusia itu lahir untuk sebuah misi. Maka apabila Kau manusia yang dewasa untuk selalu memanusiakan manusia, tanamkanlah dalam salah satu misi hidupmu, bahwa apapun tindakan dan visi hidupmu, kau akan selalu menjaga keutuhan perdamaian dunia.

No comments:

Post a Comment