Terlepas dari perbedaan ras, suku
bangsa, etnis, budaya, agama, warna kulit, latar belakang politik, latar
belakang pendidikan, taraf hidup, ataupun hal-hal lainnya, bagiku semua manusia
adalah sama.
Ya, sama. Sesederhana itu saja!
***
***
Apakah Kawan semua menyukai cerita-cerita yang bertemakan
patriotisme? Kalau aku pribadi, jujur aku sangat menyukainya. Cerita-cerita
mengagumkan dari para unpaid volunteer
yang tak sedikit pun haus tepuk tangan selalu membuatku malu pada diri sendiri.
Aksi-aksi nyata yang mereka abdikan bukanlah aksi seremonial tak penting demi
mendongkrak popularitas dan formalitas. Mereka melakukan hal-hal ajaib jauh di
luar dugaan kita yang duduk manis tidak tahu apa-apa. Bagi mereka, aksi nyata
adalah sesuatu yang harus dilaksanakan, bukan untuk diceramahkan.
Tidak pernah terbayangkan di benak kita, bahwa ternyata, di
tengah keruhnya mental bangsa, terdapat suatu komunitas relawan yang
beranggotakan mahasiswa Fakultas Kedokteran yang mengabdikan hidup dan tenanganya
untuk turun ke medan-medan berbahaya demi menyelamatkan hidup banyak orang.
Mereka menugaskan diri mereka sendiri untuk pergi ke lokasi-lokasi bencana
dalam dan luar negeri, daerah-daerah terpencil yang tak pernah tersentuh
tindakan medis, atau yang lebih berisiko lagi, tanpa ragu mereka mantap terjun
ke lokasi-lokasi perang di dalam negeri (contohnya, perang saudara di Ambon, di
Papua, dsb…) dan di luar negeri (contohnya di Afghanistan, Gaza, dsb…). Risiko
kehilangan nyawa kapan saja mereka sudah tahu, tetapi kelangsungan hidup banyak
orang lebih penting bagi mereka. Dan di saat mereka hanya menggantungkan nasib
pada Yang Mahakuasa, mereka pun tidak dibayar untuk semua itu. Mereka ikhlas
melakukannya asalkan mereka masih diberi makan yang cukup.
Selain aksi-aksi yang berangkat dari idealisme para
mahasiswa, banyak pula volunteer di
dunia ini yang bahkan lahir dalam keadaan tidak seberuntung mahasiswa-mahasiswa
itu. Untuk bersekolah saja mereka tidak mampu. Namun, tanpa memedulikan
embel-embel pendidikannya, tak jarang aksi-aksi nyata yang spektakuler
dilakukan oleh rakyat biasa yang untuk makan sehari-hari saja susahnya minta
ampun. Sebagai contoh, ada seorang kakek di daerah Madiun sana yang telah
mengabdikan lebih dari setengah hidupnya untuk menyelamatkan lingkungan. Selama
berpuluh-puluh tahun ia menanam dan menanam semua tanaman, termasuk pohon-pohon
besar, yang dapat bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat lainnya. Alhasil,
suatu kawasan hutan yang nyaris gundul pun hijau kembali, dan daerahnya yang
sulit air pun akhirnya memiliki sumber mata air. Sang Kakek pun menerima
penghargaan kalpataru yang amat bergengsi itu. Sebelumnya, mungkin tak
terbayangkan oleh kita betapa di luar sana ada orang yang menanami hutan gundul seorang diri. Bumi tentu bangga
memiliki manusia yang mencintainya.
Dua paragraf di atas hanyalah contoh kecil. Terlalu banyak
malaikat-malaikat di luar sana yang punya cerita sendiri tentang pengalamannya
menjadi relawan. Tak jarang dari semua cerita itu memancing air mata haru dari setiap
pendengarnya, saking luar biasanya pengorbanan yang dilakukan oleh
malaikat-malaikat itu.
Ya, mereka adalah relawan, dermawan, unpaid volunteer, pahlawan, malaikat, atau apapun itu sebutannya.
Dibandingkan semua kategori buku atau cerita yang kusukai, aku memang paling
senang membaca kumpulan kisah inspratif yang bertemakan kemanusiaan. Menurutku,
setiap orang itu bisa menjadi relawan. Dengan latar belakang perbedaan apapun
itu, setiap orang bisa menjadi relawan untuk semua orang yang berbeda pula
latar belakangnya, apapun itu! Terbukti pada contoh kedua tadi, menjadi relawan
itu tidak harus jadi sarjana dulu, tidak harus menunggu jadi kaya dulu, dan
tidak harus menunggu apapun.
Setiap orang dituntut untuk menjadi relawan, minimal dari
yang sederhana terlebih dahulu. Jadi, maksudku di sini adalah bukan untuk
mengajak terjun ke ranah berbahaya tanpa kalkulasi pertimbangan marabahaya di
sana, tetapi lebih kepada bagaimana kita harus melatih kepekaan kita terhadap
kemanusiaan. Menjadi relawan dalam konteks sederhana adalah aksi menolong
sesama dalam kehidupan sehari-hari. Aku juga sama sekali tidak melarang
Kawan-kawan untuk menjadi relawan yang ekstrim perjuangannya, malahan kalau
memang berniat seperti itu, aku akan bangga sekali memiliki kawan seperti
Kawan-kawan semua. Hanya, untuk menjadi seperti itu, tentunya membiasakan diri
menolong orang lain haruslah benar-benar dibiasakan.
Kita sangat bisa menjadi volunteer sesuai dengan latar belakang
profesi dan kemampuan kita. Yang pasti, apapun itu, ikhlaslah dan janganlah
sekalipun ingin dilihat orang di saat kau menolong seorang manusia. Cukup Tuhan
yang menjadi saksi. “Dan di saat begitu
banyak pahlawan-pahlawan baru lahir ke dunia, maka selamatlah apa yang
dinamakan kemanusiaan itu…”
Di saat tim SARS mengevakuasi korban-korban yang masih hidup
maupun telah tiada, para anggota tim tidak memedulikan sedetik pun, apakah
orang yang ditolongnya itu seagama dengan dia atau tidak, bangsa Indonesia atau
bukan, orang baik-baik atau koruptor, atau apapun itu perbedaannya. Mereka
hanya tahu menolong!
***
***
Itulah mengapa aku mencintai kemanusiaan, Kawan! Di saat Kau
menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, perbedaan apapun tidak tampak. Aku benci
membahas perbedaan. Sekali lagi, setiap manusia itu sama derajatnya. Kau
beragama apapun, aku yakin, agamamu tentu mengajarimu tentang kebaikan, bukan? (tidak bermaksud menganggap semua agama itu sama, aku tentu hanya percaya dan bangga pada agamaku)
Kita semua satu. Walau berbeda, kita semua adalah satu, umat
manusia!
Kata orang, setiap manusia itu lahir untuk sebuah misi. Maka
apabila Kau manusia yang dewasa untuk selalu memanusiakan manusia, tanamkanlah
dalam salah satu misi hidupmu, bahwa apapun tindakan dan visi hidupmu, kau akan
selalu menjaga keutuhan perdamaian dunia.
No comments:
Post a Comment