Monday 26 November 2012

Breaking Dawn, Awal Yang Baru


Tahu, kan, lagu wedding yang judulnya A Whole New World yang dibawakan oleh Peabo Bryson feat. Rigina Belle? Lirik lagunya itu secara keseluruhan romatis banget, pas banget buat lagu wedding. Tapi dari seluruh lirik lagu itu, bagian yang paling menyentak perasaanku adalah, “But when I’m way up here, it’s crystal clear, that now I’m in the whole new world with you… Unbelievable sights, indescribable feeling…”

“Menikah adalah ibadah, menikah adalah tujuan, menikah adalah mimpi, menikah adalah pembatal dosa, dan menikah adalah awal mula…”-@hanumpdita-

Awal mula. Awal yang baru. Bagai terlahir kembali. Dunia yang benar-benar baru. Status baru. Tanggung jawab baru. Tugas baru. Kebahagiaan baru. Kesedihan baru. Semuanya… baru, hal-hal baru yang tak terbayangkan sebelumnya!

From single to double. Kau tak lagi mengarungi kehidupan ini sendirian, karena sekarang kau dan dia adalah satu paket. Bahkan, di kala kelamnya malam menyapa dan menggodamu untuk sholat malam, atau sekadar berdoa dan menangis tuk melepas kerinduanmu terhadap Tuhanmu, kau pun tak lagi terbangun di antara sepi, karena kau dan dia akan terbangun berdua untuk menghadap-Nya.

***

Disadari atau tidak, menghadapi pernikahan itu sebenarnya lebih kepada persiapan psikis dan mental, bahwa di depan sana kehidupan yang benar-benar baru telah menanti. Dari segala yang baru tersebut, pemandangan dan kenyataan baru yang paling gampang kita dapatkan nantinya adalah mengenai perbedaan…

Ayo kita mulai mengarang cerita. Pertama, anggaplah aku baru saja menikah dengan pangeranku tersayang. Hari ini adalah tepat satu minggu kami menjadi pasangan suami-isteri, bertepatan dengan genap satu minggu pula kami menempati rumah baru kami. Rumah yang pangeranku hadiahkan untukku itu mungkin masih sederhana, tetapi aku merasa bak puteri raja yang tinggal di dalam istana setiap detiknya. Yang tinggal di sana mungkin memang baru kami berdua, tetapi sepinya suasana pun sama sekali tidak terasa karena aku tahu aku bersamanya… Sepi itu cuma omong kosong, yang ada hanyalah kebahagiaan kami dan kebersamaan kami…

Namun, tepat seminggu ini pula lah, semua yang baru atas nama latar belakang perbedaan pun kian terasa. Perbedaan itu jelas terasa sejak hari pertama kebahagiaan kami. Ya, kami memang berbeda. Di satu pihak adalah seorang anak manusia yang sejak kecil memiliki kebiasaan A, sama seperti keluarganya, dan di pihak lain adalah anak manusia dengan kebiasaan B seperti yang biasa ia lakukan di rumah ayah-ibunya dulu. Begitulah seterusnya, entah itu aktivitas, cara hidup, sifat dasar, dsb ternyata serba berbeda. Kalau kita beri contoh real, misal begini, dulu di keluarga si cowok kalau kelihatan ada debu sedikit maka wajib dibersihkan, sementara kalau itu terjadi di keluarga si cewek, tidak ada yang memedulikannya karena mereka menunggu debu itu banyak dulu supaya tidak terlalu sering dibersihkan. Contoh sepele lain, misalnya dulu di keluarga si cewek kalau makan wajib di meja makan supaya sopan, tetapi ternyata lain halnya dengan keluarga si cowok yang membebaskan siapapun anggota keluarganya makan di kamar, sambil tiduran di ruang nonton TV, dll. Intinya, dari yang sepele sampai yang kompleks, perbedaan itu akan selalu ada. Namun kami yakin, semua itu adalah untuk dihadapi bersama dengan kepala dingin, bukan dengan pertengkaran-pertengkaran.

Aku dan dia berasal dari latar belakang keluarga yang benar-benar berbeda. Tapi aku sadar, aku terbiasa begini karena didikan natural keluargaku, dan dia pun begitu karena didikan natural keluarganya. Poin penting di sini adalah ketika dulu status kami masih sebagai seorang anak, maka kami pun menuruti aturan main yang dibuat orang tua kami, entah itu mereka orang tua yang cuek, biasa-biasa saja, atau kelewat perhatian. Dan kini, status kami adalah calon orang tua yang segala aturan main di dalam rumah kami merupakan kesepakatan bersama yang bebas kami tentukan sendiri. Jadi, masa bodohlah dengan masa lalu. Aku dan dia mengarungi hidup yang baru. So, kami bicarakan saja segala sesuatunya agar di antara kami sama-sama nyaman dan tidak ada yang merasa dirugikan.

Menurutku, dulu dia seperti apa itu tidak penting. Lagian, kalau misalnya setelah menikah kebiasaan dia jadi berubah menyesuaikan seperti kebiasaanku, orang tuanya nggak akan marah, kan? Sama saja seperti kalau pandanganku tentang sesuatu berubah mengikuti pandangan dia, orang tuaku pun tidak akan marah. Ya, karena setelah menikah, idealnya orang tua masing-masing mempercayakan kepada anaknya untuk ke mana dan bagaimana rumah tangga anaknya itu akan dibawa. Jadi, kalau misal kita nggak seperti kita yang dulu, jangan takut merasa tidak enak dengan orang tua kita karena tidak ikut lagi dengan aturan mainnya. Justru dengan menikahlah kita menjadi lebih bebas hidup sesuai dengan apa yang kita anggap benar. Tapi tetap, orang tua itu harus kita hormati, misalnya dengan cara menjalankan aturan mainnya pada saat kita sedang berkunjung atau berlibur di rumah orang tua kita itu. Kalau yang dikunjungi rumah orang tua si cewek, untuk sementara si cowok harus pandai menyesuaikan diri dengan bimbingan si cewek, begitu pula sebaliknya.

***

Apapun masalahnya, apapun perbedaannya, bagiku pemecahan yang terpenting adalah komunikasi. Aku nggak mau di antara aku dan pangeranku ada yang ditutup-tutupi. Kalau boleh curhat, sebenarnya aku orangnya sangat tertutup untuk rahasia-rahasia tertentu yang aku anggap cukup aku sendiri dan Tuhan-lah yang tahu. Untuk rahasia yang tidak terlalu ‘berbahaya’ saja mungkin hanya sahabat-sahabat terdekatku saja yang tahu. Curhat masalah pribadi dengan orang tua saja jarang dan aku lebih suka memendamnya sendiri. Tetapi setelah aku menikah suatu saat nanti, aku nggak mau tertutup sama pangeranku. Dia juga nggak boleh tertutup sama aku. Nggak boleh ada rahasia sekecil apapun di antara kita. Masalah milik satu pihak adalah masalah bersama, rahasia satu pihak adalah rahasia bersama, dan kebahagiaan atau kesedihan salah satu pihak pun adalah milik bersama. Setiap kali ada sedikit saja kekecewaanku tentangnya, aku akan membicarakannya, dan dia pun harus begitu. Kalau aku sedang marah padanya, aku harus mengatakannya, dan dia pun harus begitu. Pokoknya, tidak ada yang boleh memendam apapun satu sama lainnya. Mau ngomong ya ngomong aja! Tentunya, dengan sikap dan emosi yang terjaga atas dasar saling memperbaiki, bukan untuk bertengkar.

Dan yang penting lainnya, sadarilah betapa perbedaan itu indah, karya Yang Kuasa…

No comments:

Post a Comment