Aku
sangat suka membereskan sesuatu. Beres-beres kamar, beres-beres rumah,
beres-beres masalah hidup (haha…), apapun itu diberesin. Yaa mungkin turunan
ibu aku kali ya, nggak bisa yang namanya konsentrasi di tengah-tengah ‘polusi penglihatan’.
Hingga suatu hari masalah yang sama pun muncul, “Bingung ngeberesin kertas-kertas bekas dan buku tulis bekas…”
Latar belakang lingkungan yang semerawut pun semakin mendorongku untuk berbuat
sesuatu. Lingkungan yang kenyataannya semakin rusak hanya akan semakin rusak
pula bila manusianya cuek semua. Lalu aku pun pergi ke dapur. Di sana aku
melihat ada dus bekas air mineral. Daaannn… jeng-jeng… sebuah ilham pun turun
memasuki relung-relung otak. Saatnya beraksi!!!
***
Kubentuk dus bekas air
mineral itu sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk rumah-rumahan. Sederhana
sih, tapi yang penting, begitu orang melihatnya, maka mereka akan berpikir
bahwa itu adalah sebuah rumah. Dengan cutter,
kubentuk tutup dus (yang memanjang) menjadi seperti trapesium yang menegaskan
bentuk atap. Lalu, dari sisa-sisa
potongan dus, akupun membuat tiang penyangga belakang atap agar ‘atap rumah’
menjadi mantap. Kurekatkan tiang penyangga itu menggunakan lem bakar. Begitu
pula halnya dengan bentuk jendela pada sisi kanan dan kirinya (dari tutup dus
yang pendek). Jendela-jendela pun diberi penyangga belakang agar hasilnya
maksimal. Finishing untuk
eksteriornya adalah dengan menggambarkan bentuk-bentuk jendela dan garis atap
dengan menggunakan spidol hitam permanen. Ditambah lagi dengan tulisan ‘Paper’s
House’ pada atapnya. Daaannnn... selesai sudah untuk eksteriornya.
Interiornya adalah
berupa dua buah duplek tebal bekas yang direkatkan ke dalam ‘rumah’ hingga
menyerupai ‘laci dua lantai’. Duplek untuk ‘lantai atas’ yang diletakkan di
tengah-tengah ‘rumah’ cukup memakan waktu untuk perekatannya, karena ia harus
kuat menahan kertas-kertas yang banyak nantinya. Duplek pun berkali-kali
dimantapkan dengan lem kayu dan lem bakar. Setelah semua interior beres,
diberilah tulisan, “Ground Floor:
both-sides-used paper” pada lantai bawah dan, “First Floor: one-side-used paper” pada lantai atas. Kurang lebih,
beginilah foto jadinya…
Rencananya sih
‘tembok-tembok’ luarnya mau dicat warna-warni biar makin menarik, tapi karena belum
beli catnya terpaksa kubiarkan dulu. Hehe, tampak sederhana, bukan? Ya,
‘Paper’s House’ bukanlah suatu karya yang mewah dan tidak memiliki nilai jual.
‘Rumah Kertas’ tersebut aku ciptakan minimal untuk konsumsiku sendiri dalam
memilah kertas-kertas bekas yang beredar di antara keluarga kecilku di rumah.
Sejak saat itu, setiap kali ada kertas bekas yang baru digunakan pada satu
sisinya, langsung kumasukkan ke ‘First Floor’. Kertas-kertas tersebut sangat
berguna untuk kebutuhan mengeprint
sesuatu yang tidak memedulikan halaman belakangnya, untuk mengetes printer, untuk sekadar corat-coret,
untuk dibuat buku catatan, atau mungkin untuk media menggambar para sepupu yang
masih kecil. Sedangkan, setiap kali ada kertas bekas yang telah digunakan kedua
sisinya, langsung kumasukkan ke ‘Ground Floor’. Kertas-kertas tersebut
rencananya akan didaur ulang (hal ini akan dibahas di lain artikel) sehingga
setiap kertas yang ada tidak akan menjadi sampah karena semua kertas memiliki
siklusnya tersendiri.
Cara sederhana yang
amat bermanfaat, bukan? Kalau semua orang senang memberikan satu aksi kecil
untuk lingkungan, dampaknya akan menjadi besar lhooo…! Yuk, Kawan, dicoba J
No comments:
Post a Comment